Liburan ke Coban Wonoasri Desa Bangun, Munjungan

Air Terjun Bangun – Tahun 2015, saya menulis artikel mengenai beberapa tempat wisata di Munjungan, salah satu destinasi wisata yang termasuk adalah air terjun bangun. Waktu itu saya belum pernah mengunjunginya sehingga tidak banyak untaian kata yang saya bubuhkan, namun kemarin saya mendapatkan kesempatan berkunjung kesana.

Artikel ini merupakan lanjutan dari artikel sebelumnya yang berjudul Mengagumi Keindahan Alam Jalur Watulimo – Munjungan karena ini termasuk dari rentetan perjalanan yang kami lakukan. Namun saya tuliskan artikelnya sepotong supaya lebih enak untuk dinikmati.

Terlepas dari jalanan yang sempat membuat fasih misuh, kami memasuki desa Bangun, salah satu desa yang berada di Kecamatan Munjungan. Setelah berdiskusi dengan rombongan untuk memutuskan mampir ke air terjun tersebut, kami berangkat dengan membawa petunjuk dari warga setempat. Akses lokasi dari jalan umum, ternyata tidak terlalu jauh, kami berempat ngiprit menuju lokasi tersebut.

Pasalnya, tempat ini belum sepenuhnya dibuka sebagai tempat wisata, hanya saja siapapun yang datang diperbolehkan, masyarakat ramah menyambut pendatang, begitu juga dengan kami.

Sesampai di lokasi, kami mendapati tempat parkir yang sengaja disiapkan oleh masyarakat, tampaknya, sudah ada niat dari mereka untuk membuka tempat ini sebagai tempat wisata yang legal, jalan yang ada meski belum beraspal namun sudah disemen dengan lebar setengah hasta. Di sebelah timur tempat parkir, terdapat warung sederhana yang menyediakan minuman, kopi dan mi instan.

Selain sebagai tempat untuk menuju air terjun, warga juga memanfaatkan jalan ini sebagai akses menuju hutan. Warga Desa Bangun, yang bukan berprofesi sebagai nelayan, berperan sebagai petani subsisten, yakni pertanian swasembada (self-sufficiency) di mana petani fokus pada usaha membudidayakan bahan pangan dalam jumlah yang cukup untuk mereka sendiri dan keluarga.

Kami memarkirkan kendaraan di tempat parkir, dan bertanya di mana lokasi air terjun berada kepada salah satu warga yang saat itu nongkrong di warung yang saya ceritakan di atas. Menurutnya, air terjun berada di sebelah atas (sambil menunjuk ke barat daya), namun kendaraan hanya sampai di sini, karena jembatan yang baru dibuat belum jadi.

Tak ingin membuang waktu di tempat parkir, kami langsung menuju lokasi, kami mendapati banyak pepohonan yang menjadi peneduh dari teriknya sinar matahari. Memang, kawasan yang kami singgahi ini masih banyak terdapat pohon-pohon besar yang juga sebagai tempat menempelnya simbar, dan beberapa jenis pakis-pakisan.

Air Sungai Jernih dan Segar

Belum sampai di tempat Coba Wonoasri, kami harus melewati sungai yang menjadi pemisah antar daratan, seperti cerita orang di warung tadi, kami mendapati kerangka jembatan dari beton yang belum terlalu kering dan padat, tampaknya masyarakat sedang membuat jembatan ini untuk memudahkan para pengunjung.
Di bawah jembatan agak ke utara, terdapat kedung yang merayu kami untuk berenang di dalamnya. Airnya jernih dan segar, namun ada papan kayu yang bertuliskan anjuran supaya tidak berenang di sana dikarenakan terlalu dalam. Karena saya tidak bisa berenang, maka memutuskan hanya bermain di tepian, mengambil air dengan tangan dan menyiramkannya di kepala. Mbah Doni, Ajar dan Bang Gun, juga melakukan hal sama, bermain air dan mengabadikan dalam foto.

Hampir setengah jam kami berada di kedung bawah jembatan ini, sebentar melepas penat dan memandangi kealamian alam yang masih tersisa di Trenggalek. Faktanya, sungai-sungai besar di kawasan Trenggalek sudah tidak lagi alami. Sungai dijadikan sebagai tempat untuk membuang kotoran, limbah rumah tangga bahkan plastik.
Melihat dan merasakan sendiri kelangkaan yang ada di depan mata adalah anugerah terindah, kami masih sempat merasakannya. Belum tentu, 10 s/d 20 tahun mendatang, air yang ada di sungai ini sudah tidak lagi bersih. Saat itu saya dan ajar merasa tidak jijik meminum langsung air sungai, dan semoga saja, ke depan apa yang indah ini tetap indah dan tidak terusak oleh ulah manusia sendiri.

15 menit bergembira di sana, muncullah seorang nenek tua, kami tidak tahu dari mana arah ia muncul, hanya saja saya tahu ia sudah berada di sebelah barat sungai, saya melihat nenek tersebut membawa beban berupa karung berisi sesuatu dan hendak menyeberangi sungai.


Menyaksikan hal tersebut, saya spontan memberikan tawaran kepada nenek tersebut untuk membantu mengangkatkan barang bawaannya, si nenek menyepakati dan saya langsung mengangkat karung tersebut dan langsung berjalan menyeberangi sungai. Bang Gun kebetulan membawa foto Mbah Doni, ia langsung mengambil gambar.

Menuju Lokasi Coban Wonoasri

Puas dengan segala kegembiraan, kami melanjutkan perjalanan ke air terjun yang jaraknya tidak terlalu jauh dari jembatan. Jalannya sudah dibersihkan dan tampaknya sering dilalui oleh orang-orang yang hendak ke hutan. Kami menyusuri jalanan tersebut hingga kemudian mendapati lokasi air terjun Wonoasri.

Dalam foto di atas, saya menginjak bebatuan yang menimbun kedung, dulunya jika di telusur dari foto-foto yang beredar di media daring, tempat di bawah air jatuh adalah kedung. Ada upaya membendung aliran sungai ini sehingga menjadi kedung.
Namun sayang, kami tidak mendapati kedung tersebut lantaran telah tertimbun bebatuan yang terbawa arus air, meski demikian, kami bisa dekat-dekat dengan air terjun dan menikmati tempias air tanpa harus berenang terlebih dahulu.
Tebing curam yang berfungsi menjatuhkan air ke bawah terbentuk menjadi cekungan dari waktu-ke waktu. Tebing tidak berbentuk datar melainkan cekung menjorok ke dalam. Air yang mengalir sama dengan air yang mengalir di sungai pertama yang kami kunjungi. Mungkin saja di atas sana terdapat cabang sungai yang memisahkan aliran air, hingga kemudian bersatu lagi di bawah. Ada beberapa cabang sungai yang kami dapati.
Kami puas, dengan perjalanan yang kami lakukan ini, saya mendapatkan banyak bahan inspirasi menulis. Selepas itu, kami kembali ke lokasi parkir dan mampir ke warung untuk minum kopi dan memesan mie instan, sambil memandangi warga yang berjalan pulang dari arah hutan. Maka nikmat apalagi yang hendak kami dustakan.
Share your love

Update Artikel

Masukkan alamat email Anda di bawah ini untuk berlangganan artikel saya.