Menda’R’dak Emil di Kabupaten Trenggalek

Sabtu (21 Februari, 2015) event Prigi Fest perdana yang di antara agendanya adalah pameran dan lomba miniatur perahu sekaligus berbagai lomba permainan tradisonal digelar. Sementara pada malam hari diselipkan agenda sarasehan dengan beberapa tema diskusi yang telah disusun oleh panitia: sekitar budaya, ekonomi, dan investasi di Trenggalek ke depan; krisis identitas masyarakat Trenggalek terkini di berbagai lini dalam perspektif agama, sosial-ekonomi dan budaya. Kegiatan yang bagus dan keren, namun melihat para pembicaranya yang campuran itu saya jadi menduga yang tidak-tidak. Di antara pembicara tersebutlah nama Bupati, dan beberapa orang yang saya kenal maupun tidak. Tak kurang dari nama-nama—yang bagi saya—baru malam itu muncul didapuk menjadi pembicara. Di antara yang menjadi perhatian saya adalah tampilnya dua nama yang muda dan masih asing: Emil Listianto Dardak (Emil), satunya Muhammad Nur Arifin (Avin). Keduanya mendapat kesempatan—atau memang diberi bagian—bicara ihwal pengembangan kepariwisataan di Trenggalek di awal acara, meski karena keterlambatan mereka, akhirnya tampil paling belakangan.

Emil, lelaki kelahiran Trenggalek 30 tahun lalu itu ternyata putra Hermanto Dardak mantan wakil menteri P.U di era Sby. Tak dinyana adalah doktor muda di bidang ekonomi. Ia punya seabrek prestasi yang tak tak dapat diremehkan. Sementara Avin adalah tokoh muda yang tak kalah berprestasi. Malam itu, Avin turut tampil menjadi salah satu pembicara. Lelaki muda ini adalah penggagas utama acara perdana Prigi Fest. Ia punya gaya unik pada malam itu, berpenampilan yang mengingatkan saya pada gaya salah satu faunding father: keperlentean masa muda Soekarno sembari memakai mantel panjang, bercelana putih dan berkopyah dimiringkan. Ia, meski malam itu bicara singkat dan padat, didapuk membicarakan ekonomi kerakyatan.

Selain hal-hal yang tampak dari luar, yang menarik dari dua tokoh muda ini terkait kapasitas mereka berdua yang jebolan budaya popular yang paling digemari anak muda: musik. Mengenai hobi mereka yang berkaitan dengan musik ini, ngomong-ngomong Emil di samping tokoh muda yang berpendidikan tinggi dan prestasi melejit, ia sempat juga bersolo karir dengan single lagunya: “Sesaat Kau Hadir”. Coba cari di you tube ada belasan penampilan bergaya kalem ala lelaki ini, yang barangkali akan segera membikin hati ibu-ibu rumah tangga di Trenggalek deg-degan juga. Tidak hanya dengan wajah ganteng yang selintas mirip vokalis Band Lyla itu, tapi juga suaranya yang gokil. Sementara Avin ngomong-ngomong juga adalah vokalis band: Marsmellow dengan bait-bait lagu yang cukup alay dan luar biasa sungguh mellow-nya: “tegas”, “kamu salah”, “baiknya gimana”, “bukan matematika”, “tak seimbang”, “cinta segala cinta” dan seterusnya. Justru hobi keduanya itulah yang membuat saya bisa rasan-rasan bersama kawan dengan khusuk di pojokan acara sarasehan malam itu: “..wah ternyata kedua calon bupati kita adalah anak muda mantan boys band, ya?” bisik saya ke teman sebelah.

Terbukti keduanya malam itu sebelum bicara di depan akhirnya didapuk untuk memamerkan suara mereka ditemani bidadari masing-masing. Emil melantunkan lagu pop, sementara Avin meyanyikan lirik lagu yang—katanya—baru saja diciptakan: ini soal kecintaannya pada Trenggalek: Love Trenggalek, dengan iringan musik regae. Lelaki berwajah imut ini benar-benar piawai menyanyi. Maklum, ini benar-benar membuktikan bahwa ia seorang vokalis yang berhasil, dengan gaya panggung yang tak canggung-canggung, energik, sedikit slengean tapi memukau. Malam itu, Emil bicara pariwisata dengan fokus pembicaraan berhubungan pariwisata dengan teknik mendatangkan investor (mengelola investasi), yang kemudian sempat ditanggapi Doding Rohmadi dengan agak berapi-api. Sementara Avin bicara tentang pariwisata lebih sedikit unik tapi dengan terobosan-terobosan yang agak merakyat. Dari situ, lelaki ini tampak tak hanya mengidolakan Soekarno sebagai sosok, tapi agaknya juga membaca buku-bukunya. Terbukti dari isi dan gaya omongannya pada sarasehan malam itu menyiratkan itu.

Tapi yang tak kalah seru sebenarnya malam itu adalah kehadiran si Arumi Bachsin—istri si Emil—yang mendapat keroyokan sekian tamu yang hadir, yang mau tak mau mengajaknya berfoto ria; tak kalah heboh adalah ibu-ibu muda dan para remaja, dan bahkan sebagian panitia kalangan cowok ikut menarsiskan diri tak ingin kehilangan momen bagus turut berfoto-narsis ria bareng artis blesteran itu. Walhasil, karena terlalu banyak dihabiskan untuk basa-basi ngalor-ngidul dan nyanyi-nyanyi, menunggu acara utama yang tak kunjung dimulai. Baru akan dibuka ketika malam telah beranjak ke tengah dan pengunjung keburu banyak yang pulang: acara seremoni terlalu banyak sementara acara inti porsinya sedikit. Dan, acara pameran pun akhirnya ditutup dengan isi yang singkat dan senyap, kian meyakinkan kalau acara ini (:sarasehan) digagas sekadar untuk mengenalkan para tokoh untuk meluncur ke AG 1. (MS)

Share your love

Update Artikel

Masukkan alamat email Anda di bawah ini untuk berlangganan artikel saya.