Sepola Desa

Sepola adalah singkatan dari Sekolah Politik Anggaran yang dikembangkan oleh NGO ( Non Governmnet Organization) Perkumpulan Inisiatif, Bandung, Jawa Barat. Sepola mengajarkan tata kelola pemerintahan yang baik dan lebih memihak kepada rakyat. Jargon yang sering di ucapkan oleh para fasilitatornya adalah “Rakyar Cerdas, Anggaran Berkualitas”.

Dengan adanya sekolah khusus yang mengajarkan tata kelola pemerintahan yang baik kepada para siswanya, sepola diharapkan bisa dapat menelurkan alumni-alumni yang “melek” anggaran dan percaya diri. Sepola ada dua jenis, yang pertama Sepola untuk desa, dan yang kedua Sepola kabupaten.

Karena dalam pengajarannya, materi yang diberikan oleh fasilitator lebih mengarah pada filosofis bernegara, yakni mengurai hubungan antara pemerintah dengan masyarakat dari top-down ( atas ke bawah) dan bottom-up (bahwah ke atas), serta mengajarkan peran masing-masing pihak dalam menumbuhkan kepedulian terhadap desa atau daerah dimana berada.

Seedbacklink affiliate

Tujuan utama dari sepola ini adalah untuk meningkatkan literasi, partisipasi dan kapasitas advokasi warga dalam mewujudkan kebijakan perencanaan dan penganggaran yang inklusif (mengutamakan kelompok miskin, perempuan, anak, disabilitas).

Sasaran kelompok yang mengikuti Sekolah Politik Anggaran (SEPOLA) adalah: kelompok perempuan, disabilitas, anak buruh migran, pegiat desa, aparatur desa, Badan Permusyawaratan Desa (BPD), Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Desa.

Sepola Desa

Sepola Desa merupakan Sekolah Politik Anggaran yang diterapkan di level desa. Berbeda dengan Sepola Kabupaten, materi yang diberikan lebih mengarah pada pengetahuan-pengetahuan tentang desa, baik dari sisi pemerintahan, penganggaran, peran pemerintah desa dan peran masyarakat desa serta peran lembaga-lembaga desa.

Materi Sepola Desa 

Materi yang diberikan, di antaranya:

Seedbacklink affiliate
  1. Masyarakat sebagai subjek pembangunan; 
  2. Sistem pelayanan publik di tingkat desa;
  3. Kewenangan Desa;
  4. Perencanaan, Penganggaran dan pengawasan Pembangunan desa yang inklusif;
  5. RPJMDesa, RKPDesa, APBDesa, dan Peraturan Desa sebagai instrumen untuk mewujudkan inklusi sosial;
  6. Advokasi Perencanaan dan Penganggaran Desa;
  7. Pencatatan Sipil dan Statistik Hayati (PS2H) yang inklusif dan akuntabel. 
Share your love

Update Artikel

Masukkan alamat email Anda di bawah ini untuk berlangganan artikel saya.

Tinggalkan Balasan