“Jangan menunggu waktu luang baru menulis, tapi sisakan waktu kurang lebih sejam untuk menulis” itulah pepeleng yang dituliskan oleh Mas Rochim di salah satu blog-nya. Dalam ungkapan singkat tersebut, dia berpesan kepada para pembaca karyanya, bahwa jangan sampai kita hanya menunggu waktu luang untuk memulai menulis. Menulis sudah selayaknya untuk diberi kelonggaran dengan menyisihkan waktu khusus.
Mas Rochim, begitulah dia senang disapa, padahal nama aslinya adalah Muhammad Choirur Rokhim, secara kasat mata tidak ada kata Rochim yang menyertai nama panjangnya. Saya sendiri mengira kalau kata Rochim merupakan kata turunan dari kata Rokhim, namun kenyataanya tidaklah seperti itu, Rochim mungkin adalah nama penanya, meniru penulis dan sastrawan Indonesia bernama Yapi Tambayong yang menggunakan nama pena pada novel berjudul “Jubal Anak Perang Imanuel”.
Persahabatanku dengan Mas Rochim bermula ketika blog ini membutuhkan seorang penulis tanpa bayaran. Terus terang saja, tidak ada sepeser pun uang yang masuk melalui blog ini (setidaknya saat tulisan ini diposting). Sebaliknya uang yang keluar untuk blog ini sudah lumayan banyak (untuk ukuran saya). Pengeluaran uang tersebut bukan untuk membayar penulis semacam Mas Rochim. Namun lebih pada kebutuhan untuk tersambung ke internet. Maklum, sisi idealis saya masih ada, meski setiap hari bergesekan dengan gaya hidup kapitalis.
Entahlah, apa karena Mas Rochim kasihan kepada saya yang setiap hari menulis namun tidak kunjung mendapatkan respon dari pembaca, atau karena Mas Rochim butuh tempat untuk menyalurkan bakat serta tempat menunjukkan eksitensinya sebagai penulis. Bisa jadi saat dia menulis di blog mastrigus.com ingin menunjukkan bahwa “Inilah tulisan yang sebenarnya Mas Trigus, memuat unsur jurnalistik, bukan hanya tulisan yang lebih menonjolkan sisi keyword saja”. Deg.
Setidaknya ada 6 tulisan Mas Rochim di blog ini, semuanya masih tersimpan aman di dalam arsip blog. Ke-6 tulisan inilah yang akhirnya menyadarkanku sendiri akan sebuah konsistensi, Mas Rochim mau menulis di blog milikku tanpa dibayar, sedangkan saya sendiri sebagai empunya, seharusnya lebih intens menunjukkan konsistensi untuk menulis. Coba baca tulisan Mas Rochim yang berjudul “Jarang Membaca Bisa Sebabkan Kematian?“, secara tidak langsung ini juga ngenyek diriku karena selama ini sudah mulai jarang membaca.
Tulisan-tulisan lain Mas Rochim di Blog ini adalah:
My Trip in Kedung Tumpang – Raja Ampatnya Tulungagung
Dari Bambu Runcing Sampai Bendera Merah Putih
Serunya Naik Perahu di Pantai Pasir Putih Trenggalek, Ini Dia Tarifnya!
Membaca Karakter Orang Trenggalek dari Sego Gegog
Asiknya Hidupku: Memanen Kacang Tanah di Kebun Milik Orang – Awas di Teriaki Maling
Misbahus Surur sendiri pernah mengatakan kepadaku “Rokhim (Rochim) memiliki semangat untuk menulis, dan sepertinya dia juga akan berbakat kalau terus mau mengasahnya.” Ungkapan inilah yang akhirnya meyakinkanku untuk mengakui bahwa dia adalah calon penulis bertalenta. Dan bukan suatu keniscayaan dia bisa seperti itu mengingat untaian kata Mas Rochim pada saat menulis sudah nikmat untuk dibaca.
Namun sayang, kini Mas Rochim telah pergi, tepat pada tanggal 18 September 2015 dia berhenti mengirimkan artikelnya, setelah menulis artikel dengan judul “Asyiknya Hidupku: Memanen Kacang Tanang di Kebun Milik Orang”. Sayang seribu kali sayang, talenta yang mulai berkibar ini, tidak lagi meninggalkan jejak-jejaknya melalui tulisan. seperti terbawa angin topan, menghilang dengan kerepotan-kerepotan yang (maaf) sepertinya tidak terlalu penting.
Pekerjaan menulis memang banyak godaanya. Godaan yang paling berat adalah rasa malas dan berputus asa. Malasnya seseorang untuk tetap mempertahankan karya-karya tulisan sesuai karakter dan ciri khas adalah bencana. Apalagi yang menyertai kemalasan itu adalah hal yang berbau kapital. Artinya menulis tidak lagi menjadi cita-cita terdepan, bisa jadi lebih pada menulis untuk menghasilkan yang lain, yang sifatnya ecek-ecek. Bukannya Mas Rochim menjadi seperti itu, namun menurut pandangan saya, ada kemunduran dia dalam menciptakan karya yang berkarakter sesuai pribadinya. Lihat saja, ketika Blog masrochim.tk belum sampai dipenuhi oleh tulisan, dia sudah beralih kepada blog lain, pun tetap mengambil tema yang sama.
Tentu sangat membingungkan sekali, ketika ada Fans seperti saya ini yang ingin mengikuti tulisannya, apakah saya harus mengikuti blog 1, atau blog ke-2 nya, atau mengikuti tulisan-tulisannya di Fandom (ups). yang jelas hari ini adalah 100 hari kepergian Mas Rochim dari mastrigus.com, ikatan chemistry yang mengetuk hati saya untuk mengenangnya. Kembalilah menjadi sediakala Mas Rochim atau kamu hendak berhenti menulis. Kalai iya, mau berhenti, semoga engkau tenang di sana.