Percayalah, Tak ada yang Lebih hebat dari Membiasakan Diri

Angkringan depan terminal bus Trenggalek masih buka ketika kami datang jam
02.15 dini hari. Penjualnya dua pasangan muda yang saat itu tengah berbaring
di pelataran toko yang digelari bekas baliho, yang lelaki tengah terlelap
sedangkan yang perempuan menemani lelakinya disampingnya, Ia belum tidur
ketika kami datang, langsung kami memesan dua porsi pecel plus telur
dadar. 
Saya bersama Wahyu bertolak dari kantor redaksi Kabar Trenggalek untuk mencari
makan, dan warung angkringan ini menjadi target pertama rencana kami, bukan
tanpa alasan karena kami sudah paham, biasanya warung buka sampai pagi hari.
Baru setelah kami makan, ada pembeli lain yang datang, ia memesan kopi kepada
penjual lelaki yang sedang tidur. 
“Mas, mas, pesen kopi” Pinta pembeli yang baru datang sambil membangunkan
penjual lelaki. 
Saat itu penjual perempuan sedang tidak di tempat, sehabis mencuci gelas dan
piring kotor ia pergi dengan mengendarai motor, mungkin buang air kecil atau
mengambil sesuatu. Karena dibangunkan pembeli, si lelaki bangun dan langsung
membuatkan kopi yang telah dipesan kepadanya. 
Yang menarik dari kisah di atas adalah tentang sebuah kebiasaan. Segala
aktivitas manusia yang dilakukan berulang-ulang dapat mempengaruhi orang lain
untuk mengingat kebiasaan orang tersebut. Seperti ingatan saya dan Wahyu
terkait angkringan depan terminal bus itu, kami meyakini bahwa warung tersebut
buka meski kami belum tahu keadaan yang sebenarnya. Keyakinan itu kami
dapatkan karena kebiasan. 
Kebiasaan-kebiasan itu memang sangat bagus untuk mempengaruhi orang, tanpa
kecuali juga mempengaruhi diri sendiri. Misalnya terkait kebiasaan sepasang
penjual angkringan tadi, mereka terbiasa mengenyampingkan waktu tidur yang
biasa dilakukan kebanyakan orang. Orang-orang biasanya menggunakan waktu malam
untuk tidur, sedangkan mereka memilih untuk menjual makanan. Kebiasaan membuka
warung angkringan malam hari membuat mereka betah untuk tidak tidur malam dan
selalu siap sedia ketika ada pelanggan datang, meski sedang mencuri waktu
untuk tidur saat warung sepi. 
Wahyu sedang memelototi handphone merk xiaomi redmi 10 pro selepas melahap
nasi pecel telur dadar. Ia sesekali menghentikan jari-jarinya bekerja, mungkin
sedang mengingat-ingat sesuatu. Saya mahfum dengan aktivitasnya tersebut,
setiap hari ia terbiasa begitu dan bagi saya terbiasa melihat wahyu seperti
itu. Ia adalah editor Kabar Trenggalek yang bertugas membenahi dan
menyempurnakan naskah berita yang telah dikirimkan oleh para penulis. Setiap
hari ia bisa mengedit 10 artikel. 
Saya pernah memberikan saran kepadanya supaya mencari cara supaya pekerjaannya
lebih efisien dan tidak terus-terusan memandang layar berukuran kecil
tersebut, namun tampaknya ia tak menghiraukan. 
“Ini hanya soal mindset” Kata dia mempertahankan argumen. 
Apa yang dilakukan wahyu saya anggap sebagai upaya untuk membiasakan diri.
Mengedit tulisan dan menambahkan beberapa media lain seperti foto melalui
handphone menurut saya adalah pekerjaan berat. Sewaktu menjadi juru posting
artikel di nggalek.co dulu, saya selalu mengerjakan memakai laptop. Mengedit
artikel melalui handphone bagi saya sulit sedangkan bagi wahyu mudah, itu
karena kebiasaan itu tadi, seperti yang telah saya jelaskan di atas. 
Pukul 3.18 WIB, penjual lelaki terlihat sudah pulih dari kantuknya, ia sedang
menghisap rokok. Sedangkan penjual perempuan tampak meringkuk di sampingnya,
ia terlihat tengah tertidur. Mereka bergantian menjaga angkringan sambil
menunggu pembeli datang. Ditambah 1 pembeli, kini ada 3 orang yang membeli
dagangannya. 
Saya menulis tulisan ini, wahyu mengedit tulisan, dua pembeli lain sedang
menikmati pesanannya sambil menghisap rokok, kami terhasut oleh khayalan
masing-masing diiringi lagu “aku lelakimu” Yang dinyayikan Firza Suasana depan
terminal malam ini sepi, seperti biasanya. 
Share your love

Update Artikel

Masukkan alamat email Anda di bawah ini untuk berlangganan artikel saya.