Memiliki rumah adalah impian setiap orang, terlebih bagi pasangan muda yang baru saja menikah, mereka sudah pasti memasukkan rencana “membeli rumah” atau “membangun rumah” dalam daftar impian.
Ini bukan impian berlebihan, Geis, jika mengingat betapa pentingnya rumah dalam kehidupan kita sebagai makhluk sosial. Dalam ilmu ekonomi pun disebutkan bahwa rumah merupakan salah satu kebutuhan primer, yang berarti sangat penting.
Namun, bagi rumah tangga baru, impian untuk bisa hidup di rumah sendiri adalah sesuatu yang jarang bisa di penuhi. Pasalnya uang yang dibutuhkan untuk membuat rumah tidaklah sedikit.
Sebagian besar keluarga muda nyaris belum bisa memenuhi impian untuk membuat rumah sendiri, terkecuali ia adalah pasangan dari keluarga kaya atau pasangan yang menunda menikah sebelum memiliki rumah.
Apalagi bagi pasangan yang ketika memutuskan menikah memakai teori life together, yaitu pasangan yang mengesampingkan kata cukup (punya uang banyak) dan menggantinya dengan semangat “apapun bersama pasangan”. Ini hampir mirip dengan saya.
Akibatnya, meski di awal-awal pernikahan pernah memimpikan punya rumah, namun kini impian itu terpendam karena alasan yang sangat klasik, bukan perkara tidak punya uang, melainkan “orang tua tidak mengizinkan membuat rumah sendiri” dalam istilah jawa disebut dengan mbakoni.
Nah, Geis, itu adalah cerita lain, jika kita masih bermimpi untuk punya rumah sendiri, jangan khawatir tentang biaya, meski kenyataannya butuh dana banyak, namun sebenarnya itu bisa diakali. Tips ini merupakan ilmu yang diajarkan oleh mbah dari mbahnya mbah.