Komunitas Blogger kini sangat sepi, forum-forum yang membahas tutorial blog tak lagi diminati, bahkan beberapa Blogger kenamaan Indonesia tak lagi mau mengurusi blognya. Mungkinkah kebijakan Blogspot Google telah membunuh ekosistemnya sendiri.
Secara bertahap, Google membuat update algoritma, tujuannya untuk membuat layanannya menjadi lebih bagus. Namun setiap kali update algoritma dibuat, selalu ada korban yang terkena dampak signifikan, dan salah satunya adalah ekosistem mereka sendiri, yakni blogspot.
Misal, Google membuat kebijakan untuk memerangi plagiarisme, namun kebijakan ini tidak patuh diterapkan secara konsisten, saya sendiri pernah terkena dampak.
Tulisan saya tentang desain kalender telah dicopas oleh web berita, gambar hasil desain saya sendiri dicopy seutuhnya, namun bukannya web plagiat yang dihukum, melainkan blog saya sendiri. Di kolom pencarian, mereka menang. Dan justru yang kalah adalah pembuat konten asli.
Mungkin itu akibat dari kebijakan Google tentang E-A-T (Expertise, Authoritativeness, Trustworthiness) menurut Anna Crowe dalam tulisannya di Search Engine Jornal, EAT adalah bagian dari algoritme Google dan dimasukkan ke dalam Pedoman Penilai Kualitas Penelusuran Google .
EAT berarti Keahlian, Otoritas, dan Dapat Dipercaya. Situs web dinilai berdasarkan tiga ukuran penting ini, yang apabila diterapkan, dapat dipastikan sebagian besar Blogger bakal kalah bersaing dibandingkan web berita.
Masih menurut Anna Crowe, kualitas penelusuran Google diinstruksikan untuk memperhatikan 3 hal mendasar ini, yakni:
- Keahlian pembuat konten.
- Otoritas pembuat konten, konten itu sendiri, dan situs web .
- Keterpercayaan pembuat konten, konten itu sendiri, dan situs web .
Singkatnya, EAT adalah karakteristik yang menunjukkan bahwa suatu halaman berkualitas tinggi, sehingga bermanfaat bagi pengguna.
Tujuannya memang bagus, yakni untuk menjamin kualitas konten yang disuguhkan oleh para pembuat konten kepada pengguna (user), namun ketika ini diterapkan secara general tanpa memilah-milah ekosistem, justru inilah kelemahan dari kebijakan itu sendiri.
Blogger biasanya membuat konten berdasarkan hobi. Ada pula yang membuat blog lantaran ingin mendapatkan penghasilan, dan itu fakta bagus karena ada motivasi mereka untuk menulis. Kumpulan para penghobi Blog ini lantas secara tidak langsung saling support melalui tutorial-tutorial yang mereka buat.
Lalu mereka dihadapkan pada legalitas formal EAT, yang mengharuskan blogger langsung ahli dalam membuat konten. Google sepertinya tidak menghendaki para pembelajar untuk memulai karir di blog.
Para penulis blog muncul rata-rata karena hobi, mereka tidak memiliki otoritas sebagai pembuat konten, mereka masih belajar. Memang, ada para kreator yang memiliki otoritas, misalnya Anna Crowed, ia memang memiliki otoritas sebagai ahli SEO, dan situs web yang menerbitkan artikelnya juga memiliki otoritas profesional. Namun tidak semua kreator memiliki kemewahan seperti itu.
Jika harus berhadapan dengan EAT, maka situs mastrigus.com bakal kalah jauh jika dibandingkan dengan situs web berita seperti Tribun, Kompas, Detik dll. Berbicara soal otoritas, pasti kalah jauh. Anehnya Google menyamaratakan penilaian ini. Bahkan jika situs berita ini hanya membuat konten plagiat dari situs pribadi saya, sudah pasti saya akan kalah. Kasus ini sudah ada buktinya.
Soal penilaian Trustworthiness (dipercaya) Blogger juga kalah jauh, mengingat, mereka tidak dibekali semacam sertifikat keahlian seperti layaknya wartawan yang memiliki sertifikat Uji Kompetensi Wartawan (UKW), lantas bagaimana Blogger mendapatkan penilaian untuk dapat bersaing dengan “penulis terpercaya”.
Akibat dari kebijakan yang tiap hari berganti serta tidak terlalu menguntungkan bagi para penulis lepas ini, tidak heran jika komunitas Bolgger sepi peminat, serta banyak penulis blog yang memilih berhenti.
Google seakan lupa bagaimana caranya mereka besar.